Catatan Ir Lusiano SH MSi
Advokat, Aktivis Dayak Boneo
MENGAPA DPR RI terlalu ngotot dengan keinginannya, dari munculnya ide dana aspirasi dan pembangunan gedung DPR yang akan menghabiskan begitu besar uang rakyat. Sampai-sampai di saat perayaan ultah proklamasi RI Presiden dibawa, digiring dalam satu ruangan untuk tanda tangan prasasti proyek yang belum jelas anggarannya dan ditolak oleh Presiden.
Rencana-rencana proyek besar untuk kenikmatan para anggota DPR, gedung DRP itu bagi saya orang daerah aktivis Dayak masih sangat layak dan mewah. Kita baru saja heboh krisis pangan, bencana dan sebagainya, lebih baik kita pikirkan pembangunan-pembangunan infrastruktur di daerah-daerah untuk pembangunan Indonesia yang merata. Jangan Jakarta saja dan lagi gedung DPR itu adalah cagar budaya, sedangkan Istana Negara saja masih gedung lama peninggalan kolonial.
Saya yakin itu bukan keinginan seluruh anggota DPR RI terlebih wakil-wakil kami yang dari daerah tertinggal terpencil di Borneo Kalimantan. Saya yakin tidak punya selera tinggi, karena wakil rakyat kami tersebut sadar bahwa jalan kami Trans Kalimantan untuk menyejahterakan rakyat Borneo saja masih memprihatinkan.
Termasuk sarana pendidikan belum sempurna dari Kalimantan Barat ke Tengah, Tengah ke Selatan, Selatan ke Timur dan Timur ke Utara yang ada skarang di musim panas baik di musim hujan rusak namanya jalan musim-musiman dan kemungkinan konstruksi pembangunan akibat korupsi, kurang pengawasan sehingga terjadi tambal sulam kondisi baik 6 bulan kondisi rusak 6 bulan.
Atau bagaimana kalau kantor DPR RI itu dibangun dan dicanangkan di Kalimantan/Borneo sebagai perwujudan pemindahan ibu kota dari Jakarta yang macet, banjir dan sangat padat sebagai solusi mengatasi masalah banjir dan padatnya Jakarta karena kalaupun tetap Gubernurnya Jokowi atau Ahok susah mengubah kondisi Jakarta dari serbuan dan kepadatan penduduk tumpuan tujuan masyarakat yang mengimpikan untuk ke Jakarta karena segala kenikmatan dunia ada di sana dan peredaran uang nasional 70 % masih di Jakarta dan segala keputusan di Jakarta.
Salah satu contoh yang saya alami karena saya pegawai salah satu perusahaan yang berkegiatan di Pertamina EP, aset 5 Kalimantan sangat merasakan penderitaan itu sejak kantor pusat manajemennya di pindahkan ke Jakarta yang dahulunya sejak masa Belanda berpusat di Balikpapan. Itu mengharuskan saya tiap bulan 2 kali mengurus administrasi ke Jakarta yang dulunya sampai tahun 2008 hanya di Balikpapan, perlakuan ini sudah membelakangi jiwa dan semangat otonomi daerah saat Gubernur mengimbau kantor-kantor perusahaan yang berkegiatan di daerah kantor manajemennya harus di daerah.
Yang dilakukan Pertamina asset 5 namanya sekarang bertentangan, yang katanya atas perintah BP Migas yang dibubarkan MK sekarang ganti nama SKK migas kayanya serupa saja dan tindakan pemindahan manajemen Kalimantan ke menara standard chartered ke jJlan Prof Satrio Jakarta adalah salah satu penyumbang kepadatan dan kemacetan Jakarta yang seharusnya bisa tidak dilakukan dan dikembalikan ke Kalimantan akan lebih hemat efisien dan memajukan daerah.
Mungkin dibaliknya ada maksud untuk sewa gedung dan lain-lain dan adanya permainan karena saat dilakukannya pemindahan nampak terdesak dan terburu-buru alasan mengisi kantor di Jalan Prof Satrio, ternyata gedung sewa!!!!!! Ayooooo kerja ayooo kerja yang beneeeerrrrr. (*)
Advokat, Aktivis Dayak Boneo
MENGAPA DPR RI terlalu ngotot dengan keinginannya, dari munculnya ide dana aspirasi dan pembangunan gedung DPR yang akan menghabiskan begitu besar uang rakyat. Sampai-sampai di saat perayaan ultah proklamasi RI Presiden dibawa, digiring dalam satu ruangan untuk tanda tangan prasasti proyek yang belum jelas anggarannya dan ditolak oleh Presiden.
Rencana-rencana proyek besar untuk kenikmatan para anggota DPR, gedung DRP itu bagi saya orang daerah aktivis Dayak masih sangat layak dan mewah. Kita baru saja heboh krisis pangan, bencana dan sebagainya, lebih baik kita pikirkan pembangunan-pembangunan infrastruktur di daerah-daerah untuk pembangunan Indonesia yang merata. Jangan Jakarta saja dan lagi gedung DPR itu adalah cagar budaya, sedangkan Istana Negara saja masih gedung lama peninggalan kolonial.
Saya yakin itu bukan keinginan seluruh anggota DPR RI terlebih wakil-wakil kami yang dari daerah tertinggal terpencil di Borneo Kalimantan. Saya yakin tidak punya selera tinggi, karena wakil rakyat kami tersebut sadar bahwa jalan kami Trans Kalimantan untuk menyejahterakan rakyat Borneo saja masih memprihatinkan.
Termasuk sarana pendidikan belum sempurna dari Kalimantan Barat ke Tengah, Tengah ke Selatan, Selatan ke Timur dan Timur ke Utara yang ada skarang di musim panas baik di musim hujan rusak namanya jalan musim-musiman dan kemungkinan konstruksi pembangunan akibat korupsi, kurang pengawasan sehingga terjadi tambal sulam kondisi baik 6 bulan kondisi rusak 6 bulan.
Atau bagaimana kalau kantor DPR RI itu dibangun dan dicanangkan di Kalimantan/Borneo sebagai perwujudan pemindahan ibu kota dari Jakarta yang macet, banjir dan sangat padat sebagai solusi mengatasi masalah banjir dan padatnya Jakarta karena kalaupun tetap Gubernurnya Jokowi atau Ahok susah mengubah kondisi Jakarta dari serbuan dan kepadatan penduduk tumpuan tujuan masyarakat yang mengimpikan untuk ke Jakarta karena segala kenikmatan dunia ada di sana dan peredaran uang nasional 70 % masih di Jakarta dan segala keputusan di Jakarta.
Salah satu contoh yang saya alami karena saya pegawai salah satu perusahaan yang berkegiatan di Pertamina EP, aset 5 Kalimantan sangat merasakan penderitaan itu sejak kantor pusat manajemennya di pindahkan ke Jakarta yang dahulunya sejak masa Belanda berpusat di Balikpapan. Itu mengharuskan saya tiap bulan 2 kali mengurus administrasi ke Jakarta yang dulunya sampai tahun 2008 hanya di Balikpapan, perlakuan ini sudah membelakangi jiwa dan semangat otonomi daerah saat Gubernur mengimbau kantor-kantor perusahaan yang berkegiatan di daerah kantor manajemennya harus di daerah.
Yang dilakukan Pertamina asset 5 namanya sekarang bertentangan, yang katanya atas perintah BP Migas yang dibubarkan MK sekarang ganti nama SKK migas kayanya serupa saja dan tindakan pemindahan manajemen Kalimantan ke menara standard chartered ke jJlan Prof Satrio Jakarta adalah salah satu penyumbang kepadatan dan kemacetan Jakarta yang seharusnya bisa tidak dilakukan dan dikembalikan ke Kalimantan akan lebih hemat efisien dan memajukan daerah.
Mungkin dibaliknya ada maksud untuk sewa gedung dan lain-lain dan adanya permainan karena saat dilakukannya pemindahan nampak terdesak dan terburu-buru alasan mengisi kantor di Jalan Prof Satrio, ternyata gedung sewa!!!!!! Ayooooo kerja ayooo kerja yang beneeeerrrrr. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar