(foto net) |
Kabid Pemberantasan BNN Kota
Kendari, Rendi Iswandi mengatakan bahwa keluarga korban menyampaikan AR meminum
sebanyak enam tablet PCC dicampurkan dengan minuman ale-ale. Setelah minum
minuman campuran ini dari temannya itu, korban merasa kepanasan dan tidak
sadarkan diri.
Pihak keluarga segera membawa
AR ke Rumah Sakit Abunawas, namun pihak rumah sakit tidak mampu mengatasi,
sehingga dirujuk ke Rumah Sakit Bhayangkara. Hasilnya tetap sama, dan terakhir
korban menjalani perawatan di Rumah Sakit Bahteramas. BNN pun mengungkapkan korban tewas
dengan cirri-ciri kesamaan dengan korban sebelumnya yang telah meninggal dunia,
yakni mengalami pecah pembuluh darah. Kini aparat keamanan sedang mencari siapa
pelaku yang member minuman itu.
(foto ilustrasi : net) |
Dengan meninggalnya AR, maka
korban meninggal akibat PCC menjadi tiga orang. Peristiwa sebelumnya menimpa
keluarga Rauf. Pria ayah dua anak ini tak habis pikir menyesali jalannya
takdir, dua anaknya menjadi korban penyalahgunaan PCC di Kendari, Sulawesi
Tenggara.
Anak sulungnya Rezki
ditemukan meninggal dunia setelah teler akibat obat keras situ. Rezki (20),
warga Jalan Bunga Palem, Kelurahan Watu-Watu, Kecamatan Kendari Barat,
ditemukan tewas di Teluk Kendari, Kamis (14/9/2017).
Awalnya, korban bersama
adiknya Reza meminum obat jenis PCC beberapa butir, sehingga Rezki kepanasan. Karena tidak tahan tubuhnya
merasa kepanasan, maka dia melompat ke
laut sekitar Teluk Kendari tak jauh dari rumahnya Rabu (13/92017/).
Rauf mengatakan kedua anaknya
pulang ke rumah dalam keadaan mabuk dan beberapa kali melompat ke selokan yang
ada di depan rumahnya. Beruntung Reza berhasil diselamatkan dengan cara membawa
ke rumah sakit jiwa. Sedangkan Rezki berlari ke arah laut kemudian melompat
hingga tenggelam dan ditemukan meninggal oleh Tim SAR Kendari keesokanya
harinya.
Kisah-kisah ini sungguh
menyentak Indonesia! Kita kaget dan bertanya-tanya: Apa itu PCC? Sesungguhnya
PCC adalah obat penahan sakit, masuk dalam daftar G bukan termasuk psikotrpika
atau narkoba yang terlarang. Penggunaannya harus melalui resep dokter. Tidak
bisa mengonsumsi sembarang, tanpa takaran apalagi disalahgunakan.
Penyalahgunaan seperti yang
terjadi di Kendari itu, menyebabkan pengguna mengalami pecah pembuluh darah, dan
meninggal. Efek lainnya, korban menjadi tidak sadarkan diri, kejang-kejang.
Badan Pengawasan Obat dan
Makanan ( BPOM) sudah meneliti kandungan obat bertuliskan PCC yang beredar di
Kendari, Sulawesi Tenggara. Berdasarkan uji laboratorium, BPOM menemukan bahwa
tablet PCC mengandung karisoprodol. Karisoprodol digolongkan sebagai obat
keras. Mengingat dampak penyalahgunaannya lebih besar daripada efek terapinya,
seluruh obat yang mengandung karisoprodol dibatalkan izin edarnya pada tahun
2013.
BPOM memaparkan obat yang
mengandung zat aktif karisoprodol memiliki efek farmakologis sebagai relaksan
otot, namun hanya berlangsung singkat. Zat ini di dalam tubuh akan segera
dimetabolisme menjadi metabolit berupa senyawa Meprobamat yang menimbulkan efek
menenangkan (sedatif).
Penyalahgunaan Karisoprodol
digunakan untuk menambah rasa percaya diri, sebagai obat penambah stamina,
bahkan juga digunakan oleh pekerja seks komersial sebagai 'obat kuat'.
Badan POM RI sedang dan terus
mengefektifkan dan mengembangkan Operasi Terpadu Pemberantasan Obat-Obat
Tertentu yang sering disalahgunakan dan memastikan tidak ada bahan baku dan
produk jadi karisoprodol di sarana produksi dan sarana distribusi di seluruh
Indonesia.
Meski demikian perkara
hukumnya berada di tangan polisi, karena hanya Polri sajalah yang bisa membawa
perkara ini masuk ke ranah pro-justitia.
Hanya dalam tempo 1 X 24 jam pasca
jatuhnya korban PCC secara masal di Kendari, polisi akhirnya berhasil meringkus
lima orang tersangka. Dua diantaranya apoteker berinisial WYKA (34) dan asisten
apoteker, AM (19), di tempat kerjanya TKP Apotek Qiqa Jalan Sawo 2 Kota Kendari.
Polisi juga menyita sebanyak
2.631 butir pil yangf sebagian dibuang di belakang rumah.Bukan Cuma itu, polisi
langsung bergerak melakukan operasi peredaran PCC tidak tanggung-tanggung di
tiga kota sekaligus, Bandung, Jakarta dan Surabaya. Juga barang bukti yang
jumlahnya mencengangkan kurang lebih 10 juta butir PCC disita Dit IV Bareskrim
Polri dari empat wilayah yang disinyalir sebagai gudang penyimpanan dan pabrik
pembuatan PCC.
Direktur
Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Eko Daniyanto ,menyebutkan,
tersangka pemilik pabrik Pil PCC adalah Budi Purnomo dan istrinya, Leni
Kusniwati memiliki latar belakang di bidang farmasi. Budi Purnomo sendiri
ternyata pernah menjabat sebagai kepala cabang di perusahaan farmasi. Istrinya
Budi, ini istri keduanya, adalah mantan apoteker. Budi Purnomo dulunya bergerak
di bidang farmasi, mantan kepala cabang farmasi di Bandung.
(foto net) |
Demikian juga dalam transaksi, pembeli tidak pernah tahu
identitasnya cukup berhubungan dengan karyawanya. Tetapi urusan duwit dilakukan
pembayaran melalui rekening transfer bank, sering kali menggunakan rekening
pihak lain. Ini semua menyebabkan polisi banyak mengalami kendala menyerat Budi
dan Leni. Tetapi petugas tidak kekurangan akal, ternyata begitu banyak bukti
dan saksi sehingga polisi menerapkan pasal berlapis kepada Budi dan Leni.
Polisi terus
bergerak cepat menelusuri jejak produsen dan pembuat PCC. Polisi menggerebek pabrik pil PCC di Purwokerto, Jawa
Tengah. Pabrik ini dikamuflase sebagai tempatair gallon isi ulang dan
mampumemproduksi satu juta butir pil PCC sebagai hasil pengembangan
terungkapnya gudang pil PCC di Surabaya dan Cimahi.
Polisi semakin banyak bukti untuk menjerat budi masuk
ke ranah hukum. Bukti lainnya adalah omzet peredaran pil itu mencapai Rp 11
miliar enam bulan. Saat ini ada puluhan kendaraan disita sebagai barang bukti,
HP dan mesin pembuat pil. Kini polisi telah menetapkan Budi Purnomo sebagai
tersangka dengan pengenaan Pasal 197 subsider Pasal 1906 UU Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, Budi juga
dikenakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu Pasal 3 dan Pasal 4 UU Nomor
8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Bisa dibayangkan, betapa sedih kita melihat kenyataan
berjatuhan korban para pemakain PCC di Kendari, hingga menyebabkan tiga korban
jiwa. Akan tetapi di balik musibah selalu saja ada manfaat, sehingga polisi
berhasil menggulung produsen dan komplotan pengedar PCC yang selama ini
dianggap tenang dan tentram mengeruk uang sebanyak-banyak dari hasil
penyalagunaan obat. Sama dengan narkoba, kasus PCC merupakan fenomena gunung
es. Tampak kecil di permukaan, namun sangat besar di bawahnya.
Mengapa? Karena PCC bukan satu-satunya obat depresant
yang bisa disalahgunakan. Para ahli obat dan apoteker faham betul itu, bila
saja moral dan etika mereka jebol maka peredaran obat sejensi PCC semakin
merajalela.
Selain itu, pengungkapan kasus ini merupakan bukti
bahwa pengawasan obat-obatan di Indonesia begitu rapuh dan bisa dimain-mainkan.
Bila ini tidak segera dicarikan solusi untuk membuat mekanisme pengawasan
secara ketat, maka kelak korban-korban lain dengan jenis obat yang berbeda
bakal berjatuhan.
Siapa bertanggung jawab tidak lain adalah aparat
kepolisian. Jeika benteng dari aparat kepolian lepas, maka masyarakat bakal
menjadi korban sebanyak-banyaknya. Mari kita renungkan ini semua sebagai
pelajaran bagi bangsa ini untuk selalu peduli akan kondisi diri sendiri dan
masyarakat di sekitarnya. Bantulah bangsa dan Negara Indonesia ini melawan criminal and behavior mind yang ada di
sekitar kita. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar