JAKARTA, TRIBUN-Pengurus Besar
Ikatan DIDI, pengurus IDAI dan PAPDI menyerukan kepada seluruh
masyarakat agar tidak takut melakukan imunisasi ulang untuk
menanggulangi
kejadian luar biasa serangan penyakit difteri yang diketahui terjadi di
23
provinsi wilayah Indonesia. Seruan itu disampaikan oleh Pengurus
Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI), bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) dan Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) di kantor PB IDI
Jakarta, Senin (18/12/2017).
Pada acara konferensi pers itu
dihadiri masing-masing Ketua Umum PB IDI Prof. Dr. Ilham Oetema Marsis, Sp.OG
(K), Ketua PP IDAI DR. Dr. Aman B. Pulungan, Sp.A (K), Ketua PP PAPDI
Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD (K).
IDI menegaskan bahwa Kemenskes
berkerja sama dengan 23 pemerintah provinsi, kota dan kabupaten yang
terkena serangan difteri untuk melakukan imunisasi ulang. Pelaksananaan sudah
dimulai 11 Desember 2017. Rangkaian kegiatan Outbreak Response Immunization
(ORI) sebagai upaya untuk penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri yang
mulai merebak November 2017.
Hingga saat ini, 38 anak Indonesia
dinyatakan meninggal, karena terserang difteri dan lebih 600 anak dirawat di
rumah sakit karena terserang difteri di 120 kota/kabupaten. Mereka umumnya
tidak pernah atau tidak lengkap imunisasi anti difterinya.
Imunisasi DPT, DT, dan Td rutin
dilakukan di seluruh negara tiap hari kerja, karena terbukti bermanfaat dan
aman, disimpulkan oleh penelitian kelompok pakar di semua negara.
Pasien-pasien yang sakit difteri
ketika dilihat catatan di KMS/ kartu catatan imunisasi atau buku KIA 70-80
persen DPT, DT, Td tidak lengkap. Yang disebut lengkap bila sampai 2 tahun
imunisasi DPT 4 kali. Sampai umur 5 thn DPT 5 kali. Kegiatan ini wajib diikuti
anak pada usia 1-<19 tahun.
IDAI menyampaikan bahwa
penyakit-penyakit menular yang tadinya sudah hampir menghilang kini merebak
lagi, makanya program imunisasi mesti digalakkan karena sudah terbukti
manfaatnya dan agar gar semua pihak mendukung pelaksanaan imunisasi dan menghentikan
aktivitas anti vaksin.
Pelaksanaan imunisasi ini wajib, ada
di Undang-undang Kesehatan, Undang-undang Perlindungan Anak, dan
Permenkes. Jadi semua pihak wajib ikut mendukung dan tidak ada yang boleh
bahkan dengan aktif mengusung anti vaksin. Hal ini harus menjadi tanggung jawab
semua pihak.
Dalam kesempatan yang sama, PAPDI
juga mengingatkan kembali perlunya imunisasi ulangan pada orang dewasa untuk
mencegah DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus). Imunisasi ulangan perlu dilakukan
setiap 10 tahun sekali.
Orang dewasa kelompok risiko tinggi
kontak dengan anak yang terinfeksi dengan difteri seperti pertugas poliklinik
dan perawatan Inap anak, petugas poliklinik dan perawatan Inap THT, petugas
gawat darurat, guru atau pendamping anak, dan anggota Keluarga anak yang
terinfeksi difteri dianjurkan untuk menjalani imunisasi Tdap atau Td. Imunisasi
Tdap pada Ibu hamil dilakukan pada usia kehamilan trisemester dua dan tiga.
Apabila terdapat keraguan,
berdiskusilah dengan dokter spesialis anak atau petugas kesehatan terdekat.
Jangan menghindar dari program imunisasi anak sekolah. Perlindungan terhadap
penyakit menular harus terus menerus diperbarui tiap jangka waktu tertentu,
sehingga memang anak sekolah perlu mendapat imunisasi ulangan. Rekomendasi
terbaru jadwal imunisasi IDAI mencakup imunisasi ulangan, sudah terbit awal
tahun ini.
Dalam beberapa pekan terakhir ini,
berbagai daerah Indonesia dilaporkan mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB)
Difteri yang sudah tidak pernah muncul lagi di Indonesia.
Difteri adalah penyakit sangat
menular yang dapat menyebabkan kematian dengan cepat. Outbreak Response
Immunization (ORI) merupakan upaya tambahan untuk menciptakan kekebalan
komunitas agar masyarakat terutama anak-anak di daerah ORI terhindar dari
penyakit difteri yang berbahaya dan sangat menular ini.
Syarat tercapainya kekebalan
komunitas adalah cakupan imunisasi di suatu daerah harus tinggi terus menerus.
Untuk memenuhi syarat kekebalan komunitas ini, seharusnya pelaksanaan imunisasi
selalu ditargetkan 100%. Hal ini berarti semua anak di wilayah ORI mendapat
imunisasi tambahan, dan status imunisasi semua anak di luar wilayah ORI lengkap
sesuai usia.
IDI melihat bahwa permasalahan ini
muncul disebabkan cakupan imunisasi belum merata dan belum sesuai target, masih
ada pendapat yang keliru dalam masyarakat mengenai imunisasi, serta
kekhawatiran masyarakat terkait efektivitas dan keamanan vaksin bagi anak.
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013
melaporkan alasan tidak imunisasi adalah karena keluarga tidak mengijinkan,
takut anak menjadi panas/ demam, anak sering sakit sehingga tidak dibawa ke
tempat imunisasi, tidak tahu tempat imunisasi, tempat imunisasi jauh, serta
sibuk/ repot. Masih ada pula kelompok yang menentang pelaksanaan imunisasi
dengan berbagai alasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar